Senin, 18 Januari 2010

Mencandera Perbankan Syariah Jambi 2010

Oleh : Suwardi*

Kehadiran perbankan Syariah merupakan bentuk perjuangan umat Islam Indonesia dalam pemikiran ekonomi (fiqrah al-iqtishadiyah) yang menginginkan lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam. Realitas hari ini memperlihatkan bahwa sistem perekonomian dunia dikuasi oleh pemikiran ekonomi Jahiliyah (fiqrah al-iqtishadiyah al-jahiliyah), yang berorientasi dan berbasis pada sistem bunga “ribawi”.
Dengan adanya praktik dalam bentuk kelembagaan seperti Perbankan Syariah saat ini, merupakan wujud tindakan dalam mengembalikan (ruju’ wal ‘audah) tatanan perekonomian dari fiqrah al-iqtishadiyah al-ribawiyah menuju tatanan ekonomi fiqrah al-iqtishadiyah al-Islamiah. Hal ini dikarenakan fiqrah al-iqtishadiyah al-ribaawiyah menurut Imam al-Jashash telah dihapuskan semenjak Islam datang.
Keberadaan perbankan Syariah pada hari ini masih sangat belia, dibandingkan dengan usia Pebankan Konvensional. Sehingga wajar, jika masyarakat masih terbiasa dengan praktik ribawi yang dilaksanakan oleh Perbankan Konvensional.
Namun, pada kenyataannya lembaga keuangan Syariah seperti Pebankan Syariah dan BMT serta BPRS lebih tahan terhadap badai krisis yang melanda negeri ini. Sehingga prospek terhadap perkembangan dan prestasi Perbankan Syariah ke depan tidak bisa di pandang sebelah mata. Sebab, sejarah membuktikan, pada krisis ekonomi 98, banyak lembaga keuangan Konvensional yang jatuh (collaps), sebaliknya lembaga keuangan Syariah masih tetap berdiri kokoh bahkan terbebas dari negative spread. Begitu juga dengan krisis global tahun lalu (2008). Perbankan syariah masih mampu menunjukkan daya tahannya terhadap masalah krisis tersebut. Prestasi yang demikian juga dialami oleh Perbankan Syariah Jambi.
Perkembangan industri Perbankan Syariah ini semakin memperlihatkan keunggulannya dan memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Terlebih lagi dengan dukungan pertumbuhan industri perbankan syariah rata-rata 60% dalam kurun waktu 6 tahun terakhir.
Penyebaran kantor Perbankan Syariah saat ini mengalami pertumbuhan pesat. Jika pada tahun 2006, jumlah jaringan kantor hanya 456 buah, kini jumlah tersebut menjadi 1440 buah (Data BI pada Oktober 2008).
Kondisi dan pekembangan Perbankan Syariah di Indonesia diprediksi akan terus maju, dan menjadikan Perbankan Syariah sebagai salah satu instrumen keuangan yang cukup menjanjikan di masa depan. Pertumbuhan tersebut tidak hanya terjadi dalam skala nasional saja, namun juga dalam tataran lokal (wilayah Jambi). Hal tersebut didasarkan oleh beberapa faktor pendukung terhadap perkembangan Perbankan Syariah Jambi pada 2010 mendatang, diantaranya adalah regulasi keuangan Syariah, Komposisi Masyarakat Islam dan Berdirinya Lembaga Keislaman yang kian marak di Jambi.

Regulasi
Kehadiran UU No. 21 tahun 2008 yang telah disahkan DPR tahun lalu membawa angin segar bagi industri Perbankan Syariah. Beberapa kalangan memprediksi UU ini akan melahirkan jangkauan akselerasi perkembangan Perbankan Syariah. Optimisme ini didukung oleh realitas sejarah, yakni Kehadiran Bank Muamallat Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) pada tahun 1992 merupakan hasil dari produk Undang-undang No.7/1992. Selanjutnya perkembangan perbankan Syariah yang begitu pesat pada tahun 1999 yang ditandai dengan adanya 2 Bank Umum Syariah (BMI dan BSM) 1 Unit Usaha Syariah (UUS) 40 kantor dan 78 BPRS merupakan hasil dari ldukungan regulasi yaitu UU No.10/1998 dan UU No.23/1999 yang kemudian diperkuat oleh UU No.3/2004. Saat ini, Bank Syariah telah memiliki empat BUS (BMI, BSM, BSMI dan BRI), 28 Unit Usaha Syariah dan 128 BPRS (Data November 2008).
Regulasi (payung hukum) tersebut dapat menjadi bentuk optimisme perkembangan Perbankan Syariah, pada 2010 mendatang. Walau bentuk pesimisme boleh saja hinggap dalam benak kita, namun dengan berkaca pada perjalanan panjang di atas setidaknya payung hukum (UU No. 21 tahun 2008) ini secara fantastis akan menstimulus terjaadinya acceleration quantum Bank Syariah (2010) mendatang.
Beberapa Pasal dalam UU tersebut akan memperkuat tesis tersebut. Dalam pasal 68 ayat 1 diatur, bahwasanya Bank Konvensional yang memiliki UUS dengan nilai asset mencapai minimal 50% dari total asset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan Syariah, maka bank konvensional tersebut harus melakukan spin-off UUS menjadi BUS.

Komposisi Masyarakat Islam
Komposisi masyarakat Islam yang mayoritas di Jambi, merupakan pangsa pasar yang sangat potensial. Bahkan perlu juga merebut floating market dari kelompok tersebut. Apabila ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh lembaga Perbankan Syariah di Jambi, bukan tidak mungkin pertumbuhan Perbankan Syariah akan mencapai dua kali lipat dari target sebelumnya. Akan tetapi, bukan diartikan menafikkan nasabah non-Muslim, bahkan hal itu harus menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola Perbankan Syariah Jambi.

Institusi Keislaman
Kesadaran beragama yang tinggi oleh masyarakat Jambi kian marak yang dapat kita lihat dalam aktivitas sosial yang makin menggeliat. Hal ini ditandai dengan kehadiran majelis ta’lim yang kian bertambah dan bentuk-bentuk pengajian lainnya. Selain itu keberadaan lembaga perguruan tinggi Islam (IAIN STS Jambi) dan beberapa perguruan tinggi umum (UNJA dan STIKBA BAITURRAHIM) yang membuka jurusan atau program studi Ekonomi Islam, hal ini merupakan saham berharga dalam upaya mencetak kader-kader potensial dan mujahid Ekonomi Islam di Jambi.
Tidak hanya itu, kehadiran kelompok-kelompok kajian ekonomi Islam yang digagas oleh beberapa Mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu di Jambi juga merupakan asset dan jalan mulus dalam mengkampanyekan Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah di Jambi. Selain faktor pendukung tersebut, pengembangan Perbankan Syariah di Jambi juga tidak terlepas dari beberapa kendala. Diantaranya:
Pertama, SDM. Sumber Daya Manusia sebagai ujung tombak pembangunan terhadap perkembangan Perbankan Syariah pada hari ini, masih banyak dihuni oleh SDM yang berlatar belakang pendidikan ekonomi konvensional dan minim pemahaman fiqh Muamallah dalam aplikasi. Sehingga ke depannya Perbankan Syariah harus merekrut SDM yang menguasi legal aspect, risk management of islamic banking, dan pemahaman Fiqh Muamallah dalam konsep maupun praktis. Hal ini dapat terwujud jika Perbankan Syariah Jambi membuka kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang membuka Prodi Ekonomi Islam, terutama IAIN sebagai Lembaga pendidikan Tinggi tertua dalam mengajarkan Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah di Jambi.
Kedua, sinisme masyarakat. Memang sulit untuk mengelak dari realitas yang ada saat ini. Yakni masih adanya anggapan bahwasanya Perbankan Syariah merupakan institusi keuangan milik umat Islam bukan untuk kelompok lain. Kemudian juga adanya anggapan jika sistem bagi hasil kurang menguntungkan bagi dunia bisnis. Oleh karena itu Bank Syariah di Jambi harus tanggap terhadap problem yang demikian, dan segera mencari solusinya, serta yang terpenting adalah dapat menampilkan diri sebagai sosok syariah yang profesional. Memperkenalkan diri dengan cara yang simpatik dan memikat.
Ala kulli hal, perjalanan bank syariah di Jambi masih penjang dan berliku. Keberadaan UU Perbankan Syariah (UU No. 21 tahun 2008) tidaklah cukup membuat fundamental bank syariah kuat dan berkembang. Namun juga dibutuhkan dukungan dari Pemerintah Daerah melalui Perda (Peraturan Daerah) yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan Perbankan Syariah di Jambi. Kekuatan SDM adalah kunci dari arah dan masa depan bank Syariah di Jambi di masa mendatang. Saat ini bank syariah yang ada di Jambi (BMI, BSM dan BRI-Syariah) memerlukan SDM-SDM yang ¬holistik-integratif. Memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang keuangan tetapi juga tidak sungkan dengan teks fiqih klasik.
Dengan SDM yang demikian ini, maka kendala-kendala yang dapat menghadang pertumbuhan Bank Syariah di Jambi dapat dimusnahkan. Sehingga kedepannya Perbankan Syariah di Jambi dapat mewujudkan Misi Jambi EMAS (Ekonomi Maju Aman dan Sejahtera). Wallahu a’lam bi al-shawab


* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN STS Jambi dan kini Penulis aktif di FISTaC (Forum for Studies of Islamic Thought and Civilization) sebagai Wakil Direktur dan Peneliti Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar