Senin, 18 Januari 2010

Pembiayaan UKM Syariah dan Kemandirian

MENGAPA saat ini banyak bank masuk ke sektor UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), khususnya kredit mikro? Jawabnya adalah karena adanya hasil data dan fakta bahwa sektor mikro ini pasarnya seksi, penetrasinya ke pelosok-pelosok lambat, karena itu banyak pemain baru yang masuk.

Keputusan kritisnya agar sukses, adalah perhatikan target segmen. Sistem dan daerah mana untuk menentukan strategi persaingannya, serta regulasinya.

Dari catatan salah satu bank asing yang mau masuk ke UMKM khususnya mikro, ada pertanyaan, berapa sih sesungguhnya potensi pembiayaan kecil dan mikro? Kalau dilihat proposinya untuk yang usaha kecil maka sektor agri 85% dan nonagri sekitar 15% dengan rata-rata pinjaman sekitar Rp250 juta dengan potensi pinjaman lebih dari 150 T, menghasilkan NIM 6% dan NIM Pool 8,9%, sementara untuk yang rata-rata Rp60 juta pinjamannya potensinya sekitar 204 T menghasilkan NIM 14,6% dan NIM Pool 28%.

Inilah yang di perebutkan oleh perbankan sesungguhnya, dan bukan pinjaman ke usaha mikro permanen yang segmen agrinya 60% dan nonagri 40% dengan rata-rata pinjaman sekitar Rp10 juta dengan potensi pinjaman lebih dari 117 T, menghasilkan NIM 25% dan NIM Pool 29,2%.

Hal yang sama untuk segmen mikro nonpermanen yang agrinya 40% dan nonagrinya 60% dg rata-rata pinjaman sekitar Rp10 juta dengan potensi pinjaman lebih dari 117 T, menghasilkan NIM 25% dan NIM Pool 29,2%. Jadi segmen mikro ini masih blue ocean.

Bila melihat yang dilakukan perbankan, maka umumnya penetrasi mereka lebih banyak ke usaha kecil dengan rata-rata pinjaman Rp250 juta dengan penetrasi level sekitar 37%, baru yang rata-rata Rp60 juta dengan penetrasi level 23%, baru untuk pinjaman mikro yang rata-rata Rp10 juta untuk yang target mikro permanen sekitar 23% penetrasi levelnya dan sisanya 20% penetrasi level untuk yang mikro nonpermanen dengan rata-rata pinjaman juga Rp10 juta.

Sektor bisnis yang dimasuki kebanyakan ke agribisnis, perdagangan, manufaktur, dan restoran. Untuk perbankan pertarungan ini masih dimenangkan oleh BRI, kemudian BCA, dan ketiga Danamon dalam hal mencetak laba, dan profit tinggi ini adalah karena tingkat bunga yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40%. Padahal biaya dana bank-bank tersebut cukup rendah yang juga berasal dari penabung-penabung UMKM sekitar 6%, risiko macet sekitar 6%, overhead 3%, operasi, dan amortisasi sekitar 6%, jadi marginnya sekitar 19%.

Hal yang sama pun terjadi di luar negeri khususnya di Amerika Latin. Hal inilah yang menyebabkan pasar Bank Perkreditan Rakyat atau BPR dan Lembaga Keuangan Mikro atau LKM di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus menyusut. Meningkatnya jumlah dan agresivitas bank umum termasuk yang dikuasai asing bermain di segmen UMKM membuat BPR dan LKM makin terdesak.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pangsa pasar kredit UMKM BPR terhadap kredit UMKM perbankan nasional per Juni 2009 sebesar 3,92%, turun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar 4,15% dan tahun 2004 yang masih 4,5%.

Dengan sumber daya yang lebih memadai, teknologi informasi yang canggih bank umum termasuk milik asing relatif lebih mudah menjaring debitor UMKM dan tentunya dana pihak ketiga. Belakangan ini banyak penabung dan debitor BPR pindah ke bank umum, karena biar bagaimanapun tingkat bunga pinjaman yang ditawarkan lebih rendah dan kenyamanan bertransaksi yang sulit ditandingi.

Dalam beberapa tahun terakhir memang makin banyak bank umum yang bermain di segmen UMKM yang selama ini menjadi fokus BPR dan LKM. Selain Bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank swasta milik asing juga makin giat menggarap segmen ini sampai ke desa-desa.

Cabang bank asing juga gencar menawarkan kredit tanpa agunan di bawah Rp50 juta. Sedikitnya ada 23 bank umum nasional dimiliki asing dengan penguasaan saham minimal 44,5% dari total saham. Bank umum tergiur karena UMKM menjanjikan imbal hasil besar dengan margin bunga bersih di atas 10% s/d 14%, sementara segmen korporasi hanya 5%. Investor asing pun mengakuisisi bank lokal agar mendapat akses di bisnis UMKM. Di pasar yang sama, jelas BPR dan LKM tak mampu bersaing. Bank Umum bisa menghimpun dana masyarakat dengan bunga paling tinggi 6%,sementara bunga deposito BPR sebesar 11,65%.

Dampaknya, bunga kredit modal kerja BPR mencapai 35,39%, sementara bank umum bisa 24%. Akibat tak mampu bersaing, banyak BPR kesulitan dan gulung tikar. Untuk mempertahankan eksistensi BPR dan LKM, memang perlu ada pengaturan penyaluran kredit mikro oleh bank umum. Salah satunya melalui linkage program atau penyaluran kredit mikro oleh bank umum tidak perlu masuk ke desa-desa.

Bank umum bisa bekerja sama dengan BPR dan LKM dalam penyaluran kredit, dan sebaliknya BPR dan LKM juga fokus saja pada pasar komunitas di desa-desa, tidak bermain di pasar bank umum.

Secara teori penetrasi bank umum hingga ke pelosok merupakan hal positif karena menguntungkan jutaan pengusaha mikro yang selama ini kesulitan akses pembiayaan. Bunga kredit mikro juga akan turun akibat persaingan. Karena itu bagi kepentingan perekonomian nasional, tentu BI tidak bisa begitu saja melarang bank umum langsung menyalurkan kredit mikro, namun kalau BPR dan LKM berguguran tentu ini juga akan merugikan perekonomian, karena biar bagaimanapun juga berdampak terhadap tenaga kerja yang ada di sana.

Pertanyaannya adalah, apakah memang sesuram itu untuk BPR dan LKM? Jawabannya adalah tidak, karena potensi membiayai UMKM sangatlah besar, lebih dari 40 juta UMKM menunggu, yang penting strategi penetrasinya dikuasai. Kalau bermain di pasar kredit UMKM Rp50 juta s/d Rp500 juta tentulah berhadapan dengan jagoan-jagoan UMKM sperti BRI, BCA, dan DSP, karena itulah main di pasar Rp50 juta ke bawah dan lebih khusus lagi di pasar Rp100 ribu s/d Rp10 juta.

Kalau bermain di kota-kota besar apalagi di Jawa kembali akan terulang hal yang sama, karena itu masuklah di kabupaten-kabupaten dan juga di luar Jawa, kalau menggunakan sistem konvensional maka kembali akan terulang selain berhadapan dengan jawara-jawara di atas, meluncur pula jawara-jawara dari luar atau asing.

Karena itulah masuk ke sistem syariah, pesaingnya baru ada beberapa, itu pun baru efektif tahun 2010 nanti, yaitu BRI Syariah, Bahana Mikro Ventura Syariah, dan Panin Syariah.

Jejaring bank yang bergerak di mikro syariah baru sekitar 900-an sementara kalau di konvensional lebih dari 25.000 outlet. Daerah mana yang menarik untuk syariah, menurut survei BI ternyata Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, DKI, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Kemudian pemilihan produk pembiayaan pun harus benar, masuklah ke rahn atau gadai, karena nonperforming financing (NPF)-nya sangat rendah, nyaris mendekati nol. Pesaingnya baru Pegadaian Syariah dan yang mulai masuk dan akan gencar adalah BTPN Syariah.

Kalau mau margin yang tinggi masuklah ke bagi hasil untuk sektor pertanian, peternakan dan perdagangan,Pemain di sini masih pada coba-coba, namun kalau BMT sudah cukup banyak dan berhasil. Kalau mau aman masuklah ke komunitas dan kuasai daerah tertentu seperti yang dilakukan BMT-BMT, karena umumnya BMT dipimpin atau Dewan Pengawas Syariah adalah pemimpin lokal, sehingga tentunya nasabah relatif lebih loyal baik dari sisi menabung maupun membayar angsuran pinjaman.

Strategi ini yang digunakan Bank Muamalat dengan memfasilitasi dan memiliki BMT-BMT shar-e, dan kemungkinan besar BRIS pun akan mengikuti ini, juga Panin Syariah, termasuk Bahana yang sepertinya juga akan penetrasi melalui Mikro Ventura Syariah yang sebenarnya adalah BMT. Namun semua itu harus ditunjang oleh SDM yang siap.

Menurut IEF Trisakti, masih sekitar 14.000 SDM di sektor perbankan syariah yang dibutuhkan. Karena itulah mereka masuk ke pelatihan dan sertifikasi untuk para manager BMT. Mereka tahu ada 78.124 desa yang membutuhkan BMT minimal satu. Kalau seperti di Pasuruan ada satu desa yang ada tiga BMT, maka sebenarnya Indonesia membutuhkan lebih dari 200 ribu BMT.

Sayang sekali RUU Keuangan Mikro tidak masuk prolegnas, padahal sudah lebih dari 10 tahun diusulkan oleh komunitas dan pegiat mikro, padahal DPR saat ini memproklamirkan akan lebih prorakyat.

Mengapa hal tersebut diperlukan? Karena prinsip komunitas mikro adalah mereka bisa mengatur hidupnya sendiri dan membantu rakyat asal jangan diganggu, karena itu konsepnya "Kalau tidak membantu jangan ganggu".(bersambung)

ARIES MUFTI
Ketua Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah(//jri)

1 komentar:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus