Senin, 18 Januari 2010

Selamat Tinggal Bank Konvensional

Selamat Tinggal Bank Konvensional

Oleh : Suwardi*

Sistem ekonomi tidak dapat dipisahkan dari lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yang memang sangat dibutuhkan masyarakat. Namun selama ratusan tahun masyarakat dunia terbiasa dengan pelayanan bank konvensional yang berbasis bunga. Padahal bunga telah banyak menimbulkan penderitaan bagi banyak Negara di dunia. Termasuk Indonesia telah banyak menikmati dampak buruk dari sistem bunga.

Krisis perekonomian Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi dunia maupun regional yang ribawi dan dan cenderung eksploitatif, bervisi sekuler, tidak manusiawi dan menentang kodrat alam yang Allah atur (sunnatullah). Masih segar di ingatan kita bahwa krisis keuangan di Asia berawal dari didevaluasinya baht pada bulan Juili 1997 yang merupakan tantangan yang berat bagi perekonomian dunjia akhir abad ke-20. krisis ini membawa kehancuran perekonomian Negara Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Korea Selatan. Juga mengaikbatkan menuirunnya niolai tukar uang Negara Singapuira, Taiwan, China dan Negara lainnya di kawasan ini. Dampak devaluasi baht dirasakan jkuga oleh pasar saham di Hongkong dan juga dirasakan oleh stock exchange centers di Eropa, USA dan Jepang.

Sebuah keputusan pahit dilakukan oleh pemerintah dalam waktu singkat, dari bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah menutup tidak kurang dari 55 bank, disamping mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya dibantu untuk melakukan rekapitalisasi. Sedangkan semua bank BUMN dan BPD harus ikut direkapitalisasi.

Permasalahan mendasar dari krisis keuangan yang berdampak pada krisis ekonomi adalah kualitas lembaga-lemabagha keuiangan yang dipengaruhi oleh penerapan suku bunga seabgai sistem ribawi yang ternyata gaagl berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Bahkan, ia sendiri berpoptensi menjadi economic trouble maker yang melahirkan tiga macam krisis, yaitu krisis keuangan dan moneter (financial crisis), krisis pasar saham, dan krisis perbankan yang semuanya itu dipengaruhi negative pada kehidupan sector riil.

Berbagai literature yang ditulis oleh para ekonom muslim scholar seperti Muslehudin (1974), Qureshi (1979), Mills and Presley (1997), Choudhory dan Mirakhor (1997) tidak menyetujui perekonomian yang bertumpu pada suku bunga karena akan terjadi misalokasi resources yang pada gilirannya cenderung akan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Sedangkan Enzler, Conrad dan Johnson (1996) menemukan bukti bahwa misalokasi capital stock telah terjadi di Amerika Serikat, Negara yang sangat mengagungkan suku bunga sebagai alat untuk melaakukan indirect screening mechanism.

Dengan terjadinya misalokasi dana yang disebabkan oleh suku bunga berpengaruh terhadap tujuan-tujuan ekonomi suatu Negara, yaitu berupa pemenuhan kebutuhjan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimal, pemerataan distribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi. Bahkan Umer Chapra (1996) secara tegas menyimpulkan tesisnya bahwa sistyem keuangan dan moneter yang berbasis suku bunga tidak akan efektif dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi tersebut.

Sistem bunga ribawi juga berpengaruh terhadap ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini. Menurut Umer Chapra dalam Towards a Just Monetary System (1996), tingginya votalitas dari suku bunga mengakibatkan tingginya tingkat ketidakpastian (uncertainty) dalam financial market sehingga investor tidak berani untuk melakukan investasi-investasi jangka panjang. Akibat dari ketidakpastian ini menggiring barrower maupun lender lebih mempertimbangkan pinjaman maupun invesatsi jangka pendek, yang pada gilirannya membuat investasi jangka pendek yang berbau spekulasi lebih menarik, sehingga masyarakat lebih senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar komoditas, saham, valuta asing, dan keuangan. Keadaan tersebut membuat pasar-pasar terswebut semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini.

Dengan demikian sangat jelaslah efek negative dari dari sistem keuangan (perbankan) yang mengagungkan sistem bunga. Bunga telah menyengsarakan masyrakat dunia, dengan kehadiran krisis, dan ketimpangan sosial ekonomi lainnya. Oleh karenanya pelarangan Bunga atau mengharamkannya secara total merupakan konsekuensi yang seharusnya diterima oleh semua kalangan.

Pelarangan Bunga

Harus dipahami bahwasanya larangan riba (usury/bunga) yang menjadi jantung sistem ekonomi Islam bukan saja terdapat dalam ajaran Islam, tetapi juga larangan pembungaan uang terdapat dalam agama-agama lainnya, seperti nasrani dan Yahudi.

Pasalnya sejak diadakannya lokakarya Majelis Ulama Indonesia di Cisarua Bogor, tanggal 22 Agustus 1990 tentang bunga bank, masih adanya sebagian ulama yang mentolerir bahkan membolehkan bunga bank dengan berbagai alasan. Diantaranya alas an pragmatis dan darurat yang masih bersifat relative dan sumir.

Pandangan Yahudi mengenai bunga terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama Pasal 22 Ayat 25 yang berbunyi “jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin di antara kamu, janganlah kamu berlaku seperti penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup di antara mu.” Dalam kitab Deutoronomy, Pasal 23 Ayat 19 antara lain disebutkan “janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik bunga uang maupun bahan makanan, ataupun yangd apat dibungakan.”

Begitu juga dalam kitab Levicitus (Imamat) Pasal 35 Ayat 7 juga menyebutkan “Janganlah engaku mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut dengan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engaku memberi kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau beriakn dengan meminta riba.”

Pandangan Agama Nasrani mengenai bunga terdapat dalam Injil Lukas Ayat 34 disebutkan. “Jika kamu mengutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu…….” Tidak hanya itu, para filosof Yunani juga mengecam sistem bunga. Sejarah mencatat, bangsa Yunani Kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang peminjaman uang dengan bunga.

Aristoteles dalam karyanya, Politics, telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani Kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional-filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai sistem bunga tidak adil. Sementara itu, Plato (427 – 345 SM) dalam bukunya LAWS, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktik yang zhalim.

Begitu juga dengan Islam, sebagai Agama Langit yang terakhir diturunkan, lebih keras mengecam dan mengutuknya (praktik riba/pembungaan uang). Sebagaimana terdapat dalam al-Quran Surah al-Baqarah ayat 275 menyatakan “orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan…..”

Bank Syariah

Salah satu kritik Islam terhadap praktek perbankan konvensional adalah dilanggarnya prinsip al kharaj bi al dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya) dan prinsip al ghunmu bi al ghurmi (untung muncul bersama resiko). Dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan giro, bank konvensional memberikan pinjaman dengan mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined rate). Sedangkan nasabah yang mendapatkan pinjaman tidak mendapatkan keuntungan yang fixed and predetermined juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal.

Oleh karenanya mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu diharamkan. Disini bank konvensional menuntut mendapatkan untung yang fixed and predetermined tetapi menolak untuk menanggung resikonya (al ghunmu bi laa ghurmi / againing return without being responsible for any risk). Bank konvensional mengharapkan hasil usaha, tetapi tidak bersedia menanggung biayanya (al kharaj bi laa dhaman / gaining income without being responsible for any expenses). Padahal prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip dasar dalam teori keuangan, yakni prinsip bahwa return selalu beriringan dengan resiko (return goes along with risk).

Sebagai sebuah alternatif, bank (lembaga keuangan) syariah telah memformulasikan sistem interaksi kerja yang dapat menghindari aspek-aspek negatif dari sistem kerja bank konvensional, yaitu dengan tidak menerapkan beberapa sistem bunga melainkan atas sistem bagi hasil, antara lain yang dikenal dalam fiqh mu’amalah sebagai transaksi mudharabah atau qiradh.

Kemudian nisbah keuntungan harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu pihak tidak diperkenankan mengambil seluruh keuntungan tanpa membagi kepada pihak yang lain. Selain itu proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu berkontrak, dan proporsi tersebut harus dari keuntungan.

Sebuah sistem yang sangat menentramkan dan penuh keadilan, tidak ekploitatif dan tidak adanya unsure penipuan. Namun semuanya didasarkan kepada konsep keadilan dan kebersamaan (bersama untuk menanggung risiko untung dan rugi). Jika demikian halnya sudah saatnya kita beralih ke Bank Syariah dan meninggalkan bank Konvensional yang terbukti ekploitatif melalui konsep bunga-nya. Wassalam

* Penulis adalah Mahasiswa Fak. Syariah IAIN STS Jambi dan kini aktif di FISTaC (Forum for Studies of Islamic Thought and Civilization) sebagai Wakil Direktur dan Peneliti Ekonomi, Sosial dan Budaya.

1 komentar:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus